Mengungkap Rahasia di Balik Lafal Terakhir Surah An-Nasr Ayat Kedua
Ilustrasi visual orang-orang yang masuk ke dalam agama Allah secara berkelompok (Afwaja).
Al-Qur'an, sebagai firman Allah yang mulia, mengandung kedalaman makna yang tak terbatas. Setiap ayat, setiap kata, bahkan setiap hurufnya memiliki hikmah dan pelajaran yang dapat digali sepanjang zaman. Salah satu surah yang singkat namun padat makna adalah Surah An-Nasr. Surah ini, yang dikenal sebagai surah pertolongan, membawa kabar gembira sekaligus sebuah isyarat penting. Fokus utama dalam pembahasan ini adalah pada sebuah lafal spesifik yang menjadi penutup ayat kedua. Surah An-Nasr ayat kedua diakhiri dengan lafal أَفْوَاجًا (Afwaja). Kata ini bukan sekadar pelengkap kalimat, melainkan sebuah kunci untuk memahami skala perubahan monumental yang terjadi pada masa penurunan wahyu tersebut.
Untuk memahami betapa kuatnya makna di balik lafal "Afwaja", kita perlu menyelami keseluruhan konteks surah ini, menganalisisnya dari sisi bahasa, sejarah, dan tafsir para ulama. Artikel ini akan membawa kita dalam perjalanan mendalam untuk mengungkap pesan-pesan agung yang terkandung dalam satu kata tersebut, sebuah kata yang menggambarkan puncak dari perjuangan dakwah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Mengenal Surah An-Nasr: Surah Pertolongan dan Kemenangan
Surah An-Nasr (النصر) adalah surah ke-110 dalam urutan mushaf Al-Qur'an. Terdiri dari tiga ayat, surah ini tergolong sebagai surah Madaniyyah, yaitu surah yang diturunkan setelah hijrahnya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ke Madinah. Mayoritas ulama berpendapat bahwa surah ini adalah surah terakhir yang diturunkan secara lengkap, menandakan sebuah fase akhir dari risalah kenabian.
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1) وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (2) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (3)
1. Idzaa jaa-a nasrullahi wal fath
2. Wa ra-aitan naasa yadkhuluuna fii diinillaahi afwaajaa
3. Fa sabbih bihamdi rabbika wastaghfirhu, innahuu kaana tawwaabaa
Artinya:
1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
2. dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah,
3. maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.
Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Surah)
Sebab turunnya Surah An-Nasr sangat erat kaitannya dengan peristiwa Fathu Makkah (Penaklukan Kota Makkah). Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-8 Hijriah. Fathu Makkah bukanlah sebuah penaklukan dengan pertumpahan darah yang masif, melainkan sebuah kemenangan gemilang yang dipenuhi dengan kemuliaan dan ampunan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memasuki kota kelahirannya, yang dulu mengusirnya, dengan penuh ketundukan kepada Allah.
Sebelum peristiwa ini, banyak kabilah Arab di sekitar Jazirah Arab yang mengambil sikap menunggu. Mereka berkata, "Biarkan Muhammad dan kaumnya (Quraisy). Jika ia menang atas mereka, maka ia adalah seorang nabi yang benar." Ketika Allah memberikan kemenangan kepada Rasul-Nya dengan menaklukkan Makkah, pusat spiritual dan kekuatan bangsa Arab saat itu, kabilah-kabilah tersebut tidak lagi ragu. Mereka mulai berdatangan dari berbagai penjuru untuk menyatakan keislaman mereka di hadapan Nabi. Inilah konteks historis yang melahirkan gambaran visual dari kata "Afwaja".
Fokus Utama: Analisis Ayat Kedua dan Lafal "Afwaja"
Mari kita bedah ayat kedua secara lebih rinci: وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (Wa ra-aitan naasa yadkhuluuna fii diinillaahi afwaajaa). Ayat ini mengandung beberapa komponen penting yang saling menguatkan makna.
- وَرَأَيْتَ (Wa ra'ayta): "dan engkau melihat". Kata ganti "engkau" (anta) ditujukan langsung kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Penggunaan kata "ra'ayta" (melihat) menunjukkan bahwa ini bukanlah sebuah prediksi abstrak, melainkan sebuah kenyataan yang akan disaksikan secara langsung oleh mata kepala beliau. Ini adalah sebuah janji pasti dari Allah yang akan terwujud di masa hidup beliau.
- النَّاسَ (An-Naas): "manusia". Penggunaan kata "An-Naas" yang bersifat umum menunjukkan bahwa yang masuk Islam bukan hanya dari satu suku atau kalangan tertentu, tetapi manusia dari berbagai kabilah, latar belakang, dan wilayah. Ini mengisyaratkan universalitas ajaran Islam.
- يَدْخُلُونَ (Yadkhuluuna): "mereka masuk". Bentuk kata kerja ini (fi'il mudhari') menunjukkan sebuah tindakan yang terjadi secara berkesinambungan dan terus-menerus. Bukan hanya satu kali peristiwa, tetapi sebuah gelombang konversi yang terus mengalir.
- فِي دِينِ اللَّهِ (Fii diinillaah): "ke dalam agama Allah". Penegasan bahwa agama yang mereka masuki adalah agama milik Allah, yaitu Islam. Ini adalah sebuah pengakuan ketauhidan yang murni.
Dan sampailah kita pada kata kunci yang menjadi puncak dari gambaran ini, lafal yang menjadi penutup ayat kedua Surah An-Nasr.
Menggali Makna Terdalam dari Lafal "Afwaja" (أَفْوَاجًا)
Secara linguistik, kata أَفْوَاجًا (Afwaja) adalah bentuk jamak dari kata فَوْجٌ (Fawj). Sebuah "fawj" berarti sekelompok, serombongan, atau satu delegasi. Dengan menggunakan bentuk jamak "afwaj", Al-Qur'an menggambarkan bukan hanya satu atau dua rombongan, melainkan banyak sekali rombongan yang datang silih berganti. Kata ini dalam tata bahasa Arab berfungsi sebagai "hal" (keterangan keadaan), yang menjelaskan bagaimana cara manusia masuk ke dalam agama Allah. Mereka tidak masuk secara sembunyi-sembunyi atau satu per satu, melainkan dalam keadaan berkelompok-kelompok.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan "Afwaja" adalah "berkelompok-kelompok". Satu kabilah masuk Islam secara keseluruhan, setelah sebelumnya mereka masuk Islam secara perorangan. Setelah Fathu Makkah, seluruh kabilah Arab berbondong-bondong menyatakan keislaman mereka.
Makna "Afwaja" memberikan kontras yang sangat tajam dengan fase awal dakwah Islam di Makkah. Di masa-masa awal, seseorang yang ingin masuk Islam harus melakukannya secara rahasia. Keislaman mereka seringkali menjadi sumber siksaan dan pengucilan dari keluarga dan kaumnya. Mereka yang masuk Islam adalah individu-individu pemberani seperti Abu Bakar, Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, Bilal bin Rabah, dan lainnya. Mereka adalah pionir yang memeluk kebenaran saat mayoritas menolaknya.
Lafal "Afwaja" adalah penanda pergeseran paradigma total. Islam yang tadinya dianggap sebagai ancaman dan agamanya kaum minoritas yang tertindas, kini menjadi kekuatan dominan yang diterima secara massal. Kehormatan dan kemuliaan kini berada di pihak kaum muslimin. Orang tidak lagi takut untuk menyatakan keislamannya; sebaliknya, mereka datang dalam rombongan besar, dipimpin oleh para pemimpin kabilah mereka, untuk berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Konteks Sejarah yang Mewujudkan Makna "Afwaja"
Untuk benar-benar menghayati makna "Afwaja", kita harus kembali ke peristiwa Fathu Makkah dan hari-hari setelahnya. Peristiwa ini adalah manifestasi fisik dari janji Allah dalam Surah An-Nasr.
Tahun Delegasi ('Aam al-Wufud)
Setelah penaklukan Makkah, tahun ke-9 dan ke-10 Hijriah dikenal dalam sejarah sebagai 'Aam al-Wufud atau Tahun Para Utusan (Delegasi). Dinamakan demikian karena pada periode inilah berbagai delegasi dari seluruh penjuru Jazirah Arab datang ke Madinah untuk bertemu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menyatakan keislaman suku mereka.
Beberapa delegasi yang terkenal antara lain:
- Delegasi Kabilah Tsaqif dari Thaif: Setelah lama memusuhi Islam, mereka akhirnya datang dan menyatakan keislaman mereka.
- Delegasi Bani Tamim: Mereka datang dengan rombongan besar dan para pembesar mereka untuk masuk Islam.
- Delegasi dari Yaman: Para raja dan pemimpin dari Himyar di Yaman mengirim utusan untuk menyatakan tunduk dan memeluk Islam. Bahkan disebutkan bahwa penduduk Yaman masuk Islam tanpa perlu didatangi oleh pasukan.
- Delegasi Bani Hanifah, Tayy, dan Kindah: Mereka juga termasuk di antara rombongan-rombongan besar yang datang untuk menyatakan iman.
Fenomena ini persis seperti yang digambarkan dalam Al-Qur'an. Manusia, yang diwakili oleh para utusan dari berbagai kabilah ini, datang dalam rombongan-rombongan (Afwaja) untuk masuk ke dalam agama Allah. Masjid Nabawi di Madinah menjadi saksi bisu dari pemandangan menakjubkan ini, di mana setiap saat ada saja rombongan baru yang datang dari negeri yang jauh.
Kemenangan di Makkah telah meruntuhkan benteng kesombongan terakhir kaum musyrikin Quraisy, yang selama ini menjadi kiblat bagi kabilah-kabilah lain. Ketika benteng utama itu runtuh dan para pemimpinnya memeluk Islam, tidak ada lagi penghalang psikologis dan politis bagi suku-suku lain untuk mengikuti jejak mereka. Inilah realisasi sempurna dari ayat "dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah."
"Afwaja" Sebagai Isyarat dan Pelajaran Agung
Di balik kabar gembira tentang kemenangan, lafal "Afwaja" dan Surah An-Nasr secara keseluruhan mengandung isyarat yang lebih dalam. Para sahabat senior yang memiliki pemahaman mendalam, seperti Ibnu Abbas dan Umar bin Khattab, menangkap isyarat ini.
Isyarat Selesainya Tugas Kerasulan
Diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih, ketika surah ini turun, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Aku diberitahu tentang dekatnya ajalku." Umar bin Khattab pernah bertanya kepada para sahabat senior tentang makna surah ini. Sebagian menjawab bahwa ini adalah perintah untuk memuji Allah dan meminta ampunan ketika kemenangan datang. Namun, ketika ditanya kepada Ibnu Abbas yang saat itu masih muda, beliau menjawab, "Ini adalah pertanda dekatnya ajal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang Allah beritahukan kepada beliau."
Logikanya sederhana. Tujuan utama dari diutusnya seorang rasul adalah untuk menyampaikan risalah dan menegakkan agama Allah di muka bumi. Ketika pertolongan Allah (Nasr) dan kemenangan (Fath) telah datang, dan puncaknya adalah manusia masuk Islam secara berbondong-bondong (Afwaja), maka ini menandakan bahwa tugas utama sang rasul telah paripurna. Misi beliau telah selesai dengan sukses. Dan jika tugas telah selesai, maka sudah tiba saatnya bagi beliau untuk kembali ke haribaan Rabb-nya.
Inilah mengapa ayat ketiga surah ini bukanlah perintah untuk merayakan kemenangan dengan pesta pora, melainkan dengan spiritualitas yang lebih tinggi: "Fasabbih bihamdi rabbika wastaghfirhu" (maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya). Ini adalah bentuk syukur tertinggi dan persiapan untuk bertemu dengan Sang Pemberi Tugas. Kemenangan besar tidak boleh melahirkan kesombongan, melainkan harus melahirkan ketundukan, tasbih, tahmid, dan istighfar.
Pelajaran tentang Kesabaran dan Janji Allah
Fenomena "Afwaja" tidak terjadi dalam semalam. Ini adalah buah dari perjuangan, kesabaran, dan pengorbanan selama 23 tahun. Tiga belas tahun di Makkah diisi dengan penindasan, boikot, siksaan, dan hijrah. Sepuluh tahun di Madinah diisi dengan peperangan, intrik politik, dan upaya membangun masyarakat dari nol.
Lafal "Afwaja" mengajarkan kita bahwa janji pertolongan Allah itu pasti, namun ia datang pada waktu yang telah Allah tetapkan. Ia menuntut adanya proses, kesabaran dalam menghadapi ujian, dan keteguhan dalam memegang prinsip. Kemenangan besar yang disaksikan di akhir hayat Nabi adalah bukti nyata dari firman Allah di ayat lain: "Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." (QS. Al-Insyirah: 5).
Melihat manusia masuk Islam secara "Afwaja" adalah puncak dari kemudahan setelah melalui berbagai kesulitan yang luar biasa. Ini adalah pelajaran abadi bagi setiap individu atau komunitas yang berjuang di jalan kebenaran: tetaplah teguh, karena pertolongan Allah dan kemenangan pada akhirnya akan tiba.
Kesimpulan: Sebuah Kata, Sebuah Era
Kesimpulannya, kalimat "surah an nasr ayat kedua diakhiri dengan lafal أَفْوَاجًا (Afwaja)" adalah sebuah pernyataan yang jauh lebih dari sekadar informasi gramatikal. Lafal "Afwaja" adalah sebuah kapsul waktu yang merangkum akhir dari sebuah era perjuangan dan awal dari sebuah era kejayaan. Ia adalah potret verbal dari sebuah fenomena historis yang luar biasa, yaitu gelombang konversi massal ke dalam Islam setelah Fathu Makkah.
Kata ini menjadi penanda visual dari keberhasilan dakwah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebuah bukti nyata akan pertolongan (Nasr) dan kemenangan (Fath) yang Allah janjikan. Lebih dari itu, ia juga mengandung isyarat halus tentang selesainya sebuah misi agung dan dekatnya waktu kepulangan sang pembawa risalah.
Dengan memahami makna "Afwaja", kita tidak hanya membaca sebuah ayat, tetapi kita diajak untuk menyaksikan salah satu momen paling transformatif dalam sejarah peradaban manusia. Kita belajar tentang buah dari kesabaran, hakikat kemenangan sejati, dan pentingnya sikap rendah hati di puncak kejayaan dengan senantiasa bertasbih, memuji, dan memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dzat yang Maha Penerima tobat.