Tragedi di Kufah: Menguak Pelaku Pembunuhan

Peristiwa pembunuhan Khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib, merupakan salah satu titik balik paling dramatis dan menyakitkan dalam sejarah Islam awal. Ali, sepupu sekaligus menantu Nabi Muhammad SAW, wafat setelah diserang saat sedang menunaikan salat Subuh di Masjid Agung Kufah. Pertanyaan mengenai siapa yang menjadi pelaku utama serangan ini telah menjadi subjek perdebatan dan kajian sejarah selama berabad-abad.

Kufah Dini Hari

Ilustrasi simbolis Masjid Kufah saat insiden tragis terjadi.

Latar Belakang Konflik dan Khawarij

Untuk memahami siapa yang membunuh Ali bin Abi Thalib, kita harus melihat konteks politik saat itu. Pemerintahan Ali penuh dengan gejolak, terutama setelah pecahnya Perang Jamal dan Perang Shiffin. Ketidakpuasan atas keputusannya dalam menyelesaikan sengketa memicu perpecahan besar di kalangan pendukungnya sendiri. Dari kelompok inilah muncul faksi ekstremis yang dikenal sebagai Khawarij (Kaum yang Keluar).

Kaum Khawarij menolak segala bentuk rekonsiliasi politik, menganggap baik Ali, Muawiyah, maupun Amr bin Ash sebagai orang yang menyimpang dari ajaran Islam karena menerima tahkim (arbitrase). Setelah kekalahan mereka dalam Pertempuran Nahrawan, kebencian kelompok ini terhadap Ali semakin mengeras. Mereka bertekad untuk melenyapkan tiga tokoh utama yang mereka anggap bertanggung jawab atas perpecahan umat: Ali, Muawiyah, dan Amr bin Ash.

Pelaku Utama: Abdurrahman bin Muljam

Sumber-sumber sejarah Islam secara konsisten menunjuk pada satu nama sebagai eksekutor utama: **Abdurrahman bin Muljam al-Muradi**. Ia adalah salah satu anggota Khawarij yang ditugaskan untuk melaksanakan rencana pembunuhan berantai tersebut.

Menurut riwayat, Abdurrahman bin Muljam melakukan penyamaran dan infiltrasi di Kufah. Rencananya adalah membunuh Ali saat beliau sedang memimpin salat Subuh di Masjid Jami' Kufah. Ia menunggu saat yang paling tepat, yaitu ketika Ali sujud.

Malam Penusukan

Pada malam yang naas itu, Abdurrahman bin Muljam bersama dua kaki tangan Khawarij lainnya (Syarik bin Bakhsh dan Amr bin Bakr) telah bersiap di pintu masjid. Ketika Khalifah Ali r.a. bangkit dari sujud pertamanya, Ibnu Muljam menghunus pedangnya yang telah dilumuri racun mematikan.

Serangan itu mengenai pelipis Ali. Dampak racun pada pedang sangat fatal. Meskipun Ali sempat diselamatkan dan dibawa ke rumahnya, luka tersebut terbukti tidak dapat disembuhkan. Ali bin Abi Thalib wafat beberapa hari kemudian setelah memberikan wasiat terakhirnya kepada putra-putranya, Hasan dan Husain.

Nasib Para Pelaku Lainnya

Sementara Abdurrahman bin Muljam berhasil ditangkap tak lama setelah serangan, dua rekannya gagal melaksanakan misi mereka. Syarik bin Bakhsh melarikan diri dan tidak pernah berhasil membunuh Muawiyah (yang hanya terluka ringan). Amr bin Bakr juga gagal dalam upayanya menyerang Amr bin Ash di Mesir.

Terkait nasib Ibnu Muljam, setelah Ali wafat, Hasan bin Ali, yang saat itu menjadi pemimpin umat, melaksanakan hukuman qisas (pembalasan setimpal) sesuai syariat yang berlaku. Ini mengakhiri kisah pelaku yang secara langsung bertanggung jawab atas wafatnya salah satu sahabat terkemuka Nabi ini.

Kesimpulannya, yang membunuh Ali bin Abi Thalib adalah Abdurrahman bin Muljam al-Muradi, yang didorong oleh ideologi ekstremis Khawarij, menjadikannya salah satu episode paling gelap dalam sejarah internal umat Islam pasca era Nabi Muhammad SAW. Peristiwa ini menandai berakhirnya masa kekhalifahan Rasyidin keempat dan membuka lembaran baru dalam dinamika politik dunia Islam.

Artikel ini disusun berdasarkan catatan sejarah Islam yang umum diterima.
🏠 Homepage