Ilustrasi Ilmu Faraidh: Fondasi Pembagian Warisan dalam Islam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan upaya kodifikasi hukum Islam di Indonesia yang mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk hukum keluarga dan waris. Dalam konteks hukum waris Islam, konsep ahli waris memegang peranan sentral. Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan dari pewaris yang telah meninggal dunia, berdasarkan hubungan kekerabatan atau perkawinan yang sah, serta memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan dalam syariat Islam.
Pemahaman mengenai siapa saja yang termasuk ahli waris dan bagaimana pembagian hak waris mereka diatur secara rinci dalam KHI, yang merujuk pada Al-Qur'an, Sunnah, dan ijtihad para ulama. KHI bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan dalam proses pewarisan, menghindari sengketa, dan memastikan bahwa harta peninggalan disalurkan sesuai dengan ajaran Islam.
Kategori Ahli Waris dalam KHI
Menurut Kompilasi Hukum Islam, ahli waris dapat dikategorikan menjadi dua kelompok utama, yaitu:
1. Ahli Waris Dzawil Furudh (Penerima Bagian Pasti)
Dzawil Furudh adalah ahli waris yang hak warisnya telah ditetapkan bagiannya secara pasti dalam Al-Qur'an. Bagian-bagian ini biasanya berupa pecahan seperti 1/2 (setengah), 1/4 (seperempat), 1/8 (seperdelapan), 2/3 (dua pertiga), 1/3 (sepertiga), dan 1/6 (seperenam). KHI mengidentifikasi beberapa orang sebagai Dzawil Furudh, antara lain:
Suami/Istri: Menerima bagian jika pewaris meninggal dan meninggalkan anak atau cucu, atau jika tidak ada keturunan sama sekali.
Anak Perempuan: Menerima 1/2 jika hanya ia sendirian, atau 2/3 jika ada dua anak perempuan atau lebih. Jika ada anak laki-laki, maka ia menjadi 'ashabah.
Anak Laki-Laki: Tidak termasuk Dzawil Furudh, melainkan 'Ashabah (akan dibahas lebih lanjut). Namun, dalam beberapa situasi, haknya dibatasi oleh adanya anak perempuan.
Ayah: Menerima bagian tertentu (1/6) jika ada keturunan pewaris, dan bisa menjadi 'Ashabah juga.
Ibu: Menerima bagian tertentu (1/6) jika ada keturunan pewaris, dan bisa berkurang menjadi 1/3 atau 1/6 dari sisa setelah dikurangi bagian suami/istri dalam kasus tertentu.
Kakek: Mirip dengan ayah, menerima bagian tertentu jika ada keturunan pewaris.
Nenek: Menerima bagian tertentu (1/6) jika tidak ada ibu, dan bisa berkurang dalam beberapa kasus.
Saudara Laki-Laki Seibu & Saudara Perempuan Seibu: Menerima bagian tertentu (1/6 untuk laki-laki, 1/3 untuk perempuan) jika pewaris tidak memiliki anak, ayah, atau kakek.
2. Ahli Waris 'Ashabah
'Ashabah adalah ahli waris yang berhak menerima sisa harta warisan setelah dibagikan kepada para Dzawil Furudh. Jika tidak ada lagi sisa harta, maka 'Ashabah tidak menerima apa pun. Jika harta warisan lebih dari yang diterima Dzawil Furudh, maka sisa harta tersebut menjadi hak 'Ashabah. Konsep 'Ashabah didasarkan pada prinsip "laki-laki mendapatkan bagian dua kali lipat perempuan" ('ashabah bin-nasab). Kategori 'Ashabah antara lain:
Anak Laki-Laki Pewaris
Cucu Laki-Laki Pewaris (dari anak laki-laki)
Ayah Pewaris
Kakek Pewaris (dari jalur ayah)
Saudara Laki-Laki Pewaris (seibu/sebapak)
Paman Pewaris (dari jalur ayah)
Anak Laki-Laki Paman Pewaris
Suami (dalam kondisi tertentu yang jarang terjadi)
Dalam menentukan siapa yang menjadi 'Ashabah, KHI mengikuti urutan kekerabatan, di mana yang lebih dekat hubungan kekerabatannya lebih berhak daripada yang lebih jauh.
Prinsip-Prinsip Penting dalam Pembagian Waris Menurut KHI
Selain kategori ahli waris, KHI juga menegaskan beberapa prinsip krusial dalam pembagian harta warisan:
Penyelesaian Utang dan Wasiat: Sebelum harta dibagi, seluruh utang pewaris harus dilunasi terlebih dahulu. Setelah itu, baru dilaksanakan wasiat (jika ada dan tidak melebihi 1/3 dari harta peninggalan).
Keutamaan Nasab: Hubungan kekerabatan berdasarkan garis keturunan (nasab) menjadi prioritas utama.
Pewarisan Melalui Garis Laki-Laki: KHI, seperti hukum waris Islam pada umumnya, cenderung memprioritaskan pewarisan melalui garis laki-laki dalam beberapa kasus, yang mencerminkan prinsip 'ashabah.
Larangan Penghalang Waris: Ada beberapa hal yang dapat menghalangi seseorang untuk menjadi ahli waris, seperti perbedaan agama (pada umumnya, meskipun ada detail dalam fiqh) atau perbudakan (di masa lalu). KHI mengadopsi prinsip-prinsip ini.
Memahami konsep ahli waris dan mekanismenya menurut Kompilasi Hukum Islam adalah kunci untuk mewujudkan keadilan dan ketertiban dalam keluarga Muslim. KHI menyediakan kerangka kerja yang jelas dan terstruktur, yang membantu masyarakat dalam mengelola harta peninggalan secara syar'i dan terhindar dari perselisihan.