Memahami Asesmen Nasional Tingkat SD Secara Menyeluruh
Dalam lanskap pendidikan Indonesia, terjadi sebuah pergeseran fundamental yang menandai era baru dalam evaluasi sistem pendidikan. Kebijakan yang sebelumnya berpusat pada Ujian Nasional (UN) sebagai tolok ukur kelulusan individu siswa, kini telah bertransformasi menjadi sebuah sistem yang lebih komprehensif dan berorientasi pada perbaikan mutu. Sistem baru ini dikenal sebagai Asesmen Nasional, atau yang sering disingkat AN. Bagi banyak orang tua, guru, dan bahkan siswa di tingkat Sekolah Dasar (SD), pertanyaan mendasar yang muncul adalah: asesmen nasional sd adalah apa sebenarnya?
Artikel ini dirancang untuk menjadi panduan lengkap dan mendalam, mengupas tuntas setiap aspek Asesmen Nasional di tingkat SD. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kebingungan, meluruskan miskonsepsi, dan memberikan pemahaman yang jernih tentang mengapa AN ada, apa saja yang diukurnya, dan bagaimana hasilnya dimanfaatkan untuk kemajuan pendidikan anak-anak kita. Ini bukan sekadar ujian pengganti, melainkan sebuah filosofi baru dalam memandang kualitas pendidikan secara holistik.
Tiga komponen utama Asesmen Nasional: Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.
Asesmen Nasional adalah program evaluasi yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan memotret input, proses, dan output pembelajaran di seluruh satuan pendidikan. Penting untuk menggarisbawahi kata kunci di sini: evaluasi mutu sistem pendidikan. Ini berarti AN tidak dirancang untuk menilai atau menghakimi capaian belajar individu siswa, melainkan untuk memberikan cermin bagi sekolah dan pemerintah agar dapat melakukan perbaikan yang terukur dan berbasis data.
Asesmen Nasional adalah sebuah alat diagnostik, bukan alat penghakiman. Tujuannya adalah untuk memahami 'kesehatan' ekosistem sekolah, sehingga 'resep' perbaikan yang diberikan bisa tepat sasaran.
1. Membedah Konsep Dasar Asesmen Nasional (AN) di Tingkat SD
Untuk memahami AN secara utuh, kita perlu membongkar paradigma lama tentang ujian dan evaluasi. AN membawa angin segar dengan fokus yang berbeda, tujuan yang lebih luhur, dan metodologi yang lebih komprehensif.
Mengapa Ujian Nasional (UN) Digantikan?
Selama bertahun-tahun, Ujian Nasional menjadi momok yang menakutkan bagi siswa, orang tua, dan guru. Tekanan yang sangat tinggi untuk mencapai nilai standar kelulusan sering kali mengorbankan esensi dari pendidikan itu sendiri. Beberapa kelemahan fundamental UN yang mendorong lahirnya Asesmen Nasional antara lain:
- Beban Kognitif yang Berat: UN cenderung menguji penguasaan konten mata pelajaran yang sangat padat, mendorong siswa untuk menghafal materi daripada memahaminya secara konseptual.
- High-Stakes Testing: Menjadikan hasil UN sebagai satu-satunya penentu kelulusan menciptakan tekanan psikologis yang luar biasa pada siswa. Hal ini juga memicu praktik-praktik tidak jujur demi meluluskan siswa.
- Mengabaikan Aspek Penting Lain: UN hanya fokus pada aspek kognitif dan mengesampingkan aspek krusial lainnya seperti karakter, keterampilan sosial-emosional, dan kualitas lingkungan belajar.
- Mendorong "Teaching to the Test": Proses pembelajaran di kelas sering kali menyempit menjadi sekadar latihan soal-soal UN, mengorbankan kreativitas, penalaran kritis, dan eksplorasi materi yang lebih luas.
- Umpan Balik yang Terbatas: Hasil UN yang keluar di akhir jenjang pendidikan memberikan umpan balik yang terlambat untuk perbaikan proses pembelajaran siswa yang bersangkutan.
Asesmen Nasional lahir sebagai jawaban atas keterbatasan-keterbatasan tersebut. AN dirancang untuk menggeser fokus dari 'apa yang siswa tahu' menjadi 'apa yang bisa siswa lakukan dengan pengetahuannya'.
Siapa Saja Peserta Asesmen Nasional di SD?
Berbeda dengan UN yang diikuti oleh seluruh siswa di tingkat akhir, Asesmen Nasional menggunakan metode survei dengan pemilihan sampel. Pesertanya adalah:
- Siswa Kelas V SD: Maksimal 30 siswa dari setiap sekolah dipilih secara acak (random) oleh sistem. Jika sekolah memiliki kurang dari 30 siswa, maka semua siswa kelas V akan menjadi peserta.
- Seluruh Guru SD: Semua guru yang mengajar di sekolah tersebut wajib mengisi instrumen AN.
- Kepala Sekolah: Kepala sekolah juga merupakan responden wajib dalam AN.
Mengapa dipilih siswa kelas V? Pemilihan ini sangat strategis. Siswa kelas V dianggap telah mengalami proses pembelajaran yang cukup untuk merepresentasikan kualitas pendidikan di sekolahnya. Hasil asesmen mereka memberikan waktu yang cukup (satu tahun sebelum lulus) bagi sekolah untuk melakukan perbaikan dan mengevaluasi dampaknya pada siswa tersebut sebelum mereka melanjutkan ke jenjang SMP. Ini memungkinkan umpan balik yang lebih actionable.
2. Tiga Pilar Utama Asesmen Nasional di Tingkat SD
Asesmen Nasional tidak hanya terdiri dari satu jenis tes. Ia ditopang oleh tiga instrumen utama yang saling melengkapi untuk memberikan gambaran mutu pendidikan yang holistik. Tiga pilar tersebut adalah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar (Sulingjar).
Pilar 1: Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)
Inilah komponen yang paling sering disalahpahami sebagai "pengganti UN". Padahal, AKM memiliki fokus yang sangat berbeda. AKM mengukur dua kompetensi mendasar yang dibutuhkan oleh semua siswa, terlepas dari profesi apa yang akan mereka jalani di masa depan: Literasi Membaca dan Numerasi.
AKM bukanlah tes mata pelajaran Bahasa Indonesia atau Matematika. Ia mengukur kemampuan siswa dalam menggunakan keterampilan berbahasa dan logika matematika untuk memecahkan masalah dalam berbagai konteks, baik personal, sosial-budaya, maupun saintifik.
Komponen Literasi Membaca dalam AKM
Literasi membaca didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia agar dapat berkontribusi secara produktif kepada masyarakat.
Apa saja yang diukur?
- Menemukan Informasi: Kemampuan untuk menemukan, mengakses, serta mencari informasi yang tersurat (eksplisit) maupun tersirat (implisit) dari dalam teks. Contohnya, mencari nama tokoh atau waktu kejadian dalam sebuah cerita.
- Memahami dan Menginterpretasi: Kemampuan untuk memahami informasi yang ada, baik yang tersurat maupun tersirat, serta mengintegrasikan ide dan informasi dari berbagai bagian teks untuk membuat simpulan atau inferensi.
- Mengevaluasi dan Merefleksi: Ini adalah tingkat kemampuan tertinggi, di mana siswa diminta untuk menilai kredibilitas, kesesuaian, ataupun kepercayaan terhadap teks serta mampu mengaitkan isi teks dengan hal lain di luar teks, termasuk pengalaman pribadi.
Jenis teks yang digunakan dalam AKM Literasi sangat beragam, mencakup:
- Teks Fiksi: Cerpen, dongeng, puisi, atau kutipan novel yang bertujuan untuk menghibur atau menyampaikan pengalaman imajinatif.
- Teks Informasi: Artikel berita, infografis, poster, petunjuk penggunaan, atau teks ilmiah populer yang bertujuan untuk memberikan fakta, data, dan pengetahuan.
Komponen Numerasi dalam AKM
Numerasi adalah kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan bagi individu sebagai warga negara Indonesia dan dunia.
Konten yang diukur dalam Numerasi mencakup domain yang luas, tidak terbatas pada kurikulum satu kelas saja:
- Bilangan: Meliputi pemahaman tentang representasi, sifat urutan, dan operasi beragam jenis bilangan (cacah, bulat, pecahan, desimal).
- Geometri dan Pengukuran: Meliputi pemahaman tentang bangun datar, bangun ruang, serta pengukuran panjang, berat, waktu, volume, dan debit.
- Aljabar: Meliputi pemahaman tentang persamaan dan pertidaksamaan, relasi dan fungsi (termasuk pola bilangan), serta rasio dan proporsi.
- Data dan Ketidakpastian: Meliputi pemahaman tentang cara membaca, menganalisis, dan menginterpretasi data yang disajikan dalam bentuk tabel, diagram batang, atau diagram garis, serta pemahaman konsep peluang.
Proses kognitif yang diuji dalam Numerasi meliputi:
- Pemahaman: Memahami fakta, prosedur, serta konsep matematika.
- Penerapan: Mampu menerapkan konsep matematika untuk menyelesaikan masalah kontekstual yang bersifat rutin.
- Penalaran: Mampu bernalar dengan konsep matematika untuk menyelesaikan masalah yang lebih kompleks dan non-rutin.
Hasil AKM siswa kemudian dipetakan ke dalam empat tingkat kompetensi: Perlu Intervensi Khusus, Dasar, Cakap, dan Mahir. Tingkatan ini memberikan informasi detail kepada guru dan sekolah tentang posisi siswa dan tindak lanjut pembelajaran apa yang perlu dilakukan.
Pilar 2: Survei Karakter
Pendidikan tidak hanya bertujuan mencerdaskan secara akademis, tetapi juga membentuk karakter mulia. Inilah peran sentral dari Survei Karakter. Instrumen ini dirancang untuk mengukur hasil belajar non-kognitif, yaitu sikap, nilai, keyakinan, dan kebiasaan yang mencerminkan karakter siswa.
Survei Karakter mengacu pada enam dimensi Profil Pelajar Pancasila, yang merupakan visi karakter luhur yang ingin dicapai oleh sistem pendidikan Indonesia. Keenam dimensi tersebut adalah:
- Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME, dan Berakhlak Mulia: Mengukur pemahaman dan praktik nilai-nilai agama dan kepercayaan, serta akhlak kepada diri sendiri, sesama manusia, alam, dan negara.
- Berkebinekaan Global: Mengukur sikap menghargai keragaman budaya, kemampuan berkomunikasi interkultural, dan refleksi terhadap pengalaman kebinekaan.
- Bergotong Royong: Mengukur kemampuan untuk berkolaborasi, kepedulian terhadap sesama, dan berbagi untuk mencapai tujuan bersama.
- Mandiri: Mengukur kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi, serta kemampuan untuk meregulasi diri sendiri dalam menghadapi tantangan.
- Bernalar Kritis: Mengukur kemampuan untuk memperoleh dan memproses informasi secara objektif, menganalisis, mengevaluasi, dan menyimpulkan informasi untuk mengambil keputusan.
- Kreatif: Mengukur kemampuan untuk menghasilkan gagasan yang orisinal, serta karya dan tindakan yang inovatif.
Survei ini berbentuk soal-soal pilihan ganda yang menyajikan berbagai skenario atau pernyataan. Siswa diminta memilih respons yang paling sesuai dengan diri mereka. Tidak ada jawaban benar atau salah dalam survei ini. Tujuannya adalah memotret karakter siswa secara jujur untuk menjadi bahan refleksi bagi sekolah dalam mengembangkan program-program pembinaan karakter.
Pilar 3: Survei Lingkungan Belajar (Sulingjar)
Hasil belajar siswa tidak bisa dilepaskan dari lingkungan tempat mereka belajar. Kualitas proses pembelajaran, iklim keamanan sekolah, dan kepemimpinan kepala sekolah turut memberikan dampak signifikan. Survei Lingkungan Belajar (Sulingjar) dirancang untuk memotret aspek-aspek ini dari perspektif guru dan kepala sekolah.
Sulingjar mengukur kualitas berbagai aspek input dan proses belajar-mengajar di satuan pendidikan. Beberapa dimensi utama yang diukur dalam Sulingjar antara lain:
- Iklim Keamanan Sekolah: Meliputi pengukuran tingkat perundungan (bullying), hukuman fisik, kekerasan seksual, dan penggunaan narkoba di lingkungan sekolah.
- Iklim Inklusivitas: Mengukur sejauh mana sekolah memberikan layanan yang ramah bagi anak-anak dengan disabilitas, serta sikap terhadap keragaman latar belakang sosial-ekonomi dan agama.
- Kualitas Pembelajaran: Mengukur praktik-praktik pengajaran guru di kelas, seperti manajemen kelas, dukungan afektif, dan aktivasi kognitif.
- Refleksi dan Perbaikan Pembelajaran oleh Guru: Mengukur kebiasaan guru untuk merefleksikan praktik mengajarnya, belajar dari rekan sejawat, dan melakukan inovasi pembelajaran.
- Kepemimpinan Instruksional Kepala Sekolah: Mengukur kemampuan kepala sekolah dalam menyusun visi-misi, memandu perencanaan, dan memimpin program-program yang berfokus pada peningkatan kualitas belajar siswa.
- Dukungan Orang Tua dan Murid: Mengukur partisipasi orang tua dalam kegiatan sekolah dan keterlibatan murid dalam penyusunan program sekolah.
Jawaban jujur dari para guru dan kepala sekolah dalam Sulingjar sangat krusial. Hasilnya akan memberikan gambaran utuh tentang apa yang sudah baik dan area mana yang perlu diperbaiki dari sisi ekosistem sekolah. Kombinasi data dari AKM, Survei Karakter, dan Sulingjar inilah yang akan menjadi dasar bagi sekolah untuk melakukan perbaikan secara komprehensif.
3. Perbedaan Mendasar: Asesmen Nasional vs. Ujian Nasional
Untuk memperjelas posisi Asesmen Nasional, mari kita bandingkan secara langsung dengan Ujian Nasional yang sudah lebih dulu kita kenal.
| Aspek | Asesmen Nasional (AN) | Ujian Nasional (UN) |
|---|---|---|
| Tujuan Pelaksanaan | Mengevaluasi mutu sistem pendidikan (sekolah, pemda, pusat) untuk perbaikan berkelanjutan. | Mengevaluasi capaian hasil belajar individu siswa di akhir jenjang pendidikan. |
| Level Peserta | Kelas V (SD), VIII (SMP), XI (SMA/SMK). Dilakukan di tengah jenjang. | Kelas VI (SD), IX (SMP), XII (SMA/SMK). Dilakukan di akhir jenjang. |
| Subjek Peserta | Survei (sampel siswa dipilih secara acak). | Sensus (diikuti oleh seluruh siswa di tingkat akhir). |
| Konsekuensi | Tidak ada konsekuensi langsung bagi individu siswa. Hasilnya adalah umpan balik bagi sekolah. | Memiliki konsekuensi langsung pada individu, seperti menjadi syarat kelulusan atau masuk jenjang berikutnya. |
| Aspek yang Diukur | Kompetensi literasi, numerasi, karakter siswa, serta kualitas input dan proses belajar (lingkungan belajar). | Penguasaan konten materi pelajaran tertentu yang tercantum dalam kurikulum. |
| Model Soal | Sangat beragam: Pilihan Ganda (PG), PG Kompleks, Menjodohkan, Isian Singkat, dan Uraian. | Dominan Pilihan Ganda dan Isian Singkat. |
| Metode Penilaian | Computerized Adaptive Testing (CAT), di mana tingkat kesulitan soal menyesuaikan dengan kemampuan siswa. | Computer Based Test (CBT) atau Paper Based Test (PBT) dengan paket soal yang sama untuk semua. |
4. Bagaimana Hasil Asesmen Nasional Digunakan? Pintu Menuju Perbaikan
Pertanyaan terpenting selanjutnya adalah, untuk apa semua data ini dikumpulkan? Hasil dari ketiga instrumen Asesmen Nasional diolah dan disajikan dalam sebuah platform yang disebut Rapor Pendidikan. Platform ini dapat diakses oleh sekolah, dinas pendidikan daerah, dan pemerintah pusat.
Rapor Pendidikan bukanlah rapor untuk menghakimi atau memberi peringkat sekolah. Ia adalah sebuah 'medical check-up' lengkap yang menunjukkan area-area sehat dan area-area yang butuh perhatian lebih dari sebuah sekolah.
Bagi Sekolah: Refleksi dan Perencanaan Berbasis Data (PBD)
Bagi kepala sekolah dan guru, Rapor Pendidikan adalah alat refleksi yang sangat berharga. Mereka dapat melihat secara objektif kekuatan dan kelemahan sekolahnya. Misalnya, sebuah sekolah mungkin menemukan bahwa kemampuan numerasi siswanya berada di level 'Dasar', sementara iklim keamanannya sudah sangat baik. Atau sebaliknya, literasi siswanya sudah 'Cakap', tetapi survei menunjukkan adanya kasus perundungan yang perlu ditangani.
Berdasarkan data ini, sekolah didorong untuk melakukan Perencanaan Berbasis Data (PBD). Artinya, program-program kerja dan anggaran sekolah tidak lagi disusun berdasarkan asumsi atau kebiasaan, melainkan berdasarkan kebutuhan nyata yang teridentifikasi dari Rapor Pendidikan. Contohnya:
- Jika kemampuan numerasi rendah, sekolah bisa merencanakan pelatihan bagi guru matematika tentang metode pembelajaran yang lebih menarik, atau membuat program pojok matematika di setiap kelas.
- Jika Survei Karakter menunjukkan dimensi gotong royong yang rendah, sekolah bisa merancang lebih banyak kegiatan berbasis proyek kelompok atau program bakti sosial.
- Jika Sulingjar mengidentifikasi iklim keamanan yang kurang baik, sekolah dapat memprioritaskan program anti-perundungan dan melibatkan orang tua dalam menciptakan lingkungan yang aman.
Bagi Pemerintah Daerah dan Pusat
Di tingkat yang lebih tinggi, dinas pendidikan dapat menggunakan agregat data Rapor Pendidikan untuk memetakan kualitas pendidikan di wilayahnya. Mereka bisa mengidentifikasi sekolah-sekolah mana yang memerlukan intervensi dan dukungan lebih intensif. Kebijakan yang dibuat menjadi lebih tepat sasaran. Misalnya, jika mayoritas sekolah di suatu kabupaten memiliki masalah dengan literasi, dinas pendidikan bisa mengalokasikan anggaran untuk program pelatihan guru literasi secara masif di kabupaten tersebut.
Bagi Kemendikbudristek, data AN secara nasional menjadi dasar untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan yang sudah berjalan dan merancang program-program strategis untuk masa depan pendidikan Indonesia.
5. Peran Guru dan Orang Tua dalam Menghadapi Asesmen Nasional
Karena AN adalah sebuah sistem baru, penting bagi guru dan orang tua untuk menyelaraskan peran mereka agar tujuan mulia dari asesmen ini tercapai. Kepanikan dan persiapan yang salah kaprah justru akan kontraproduktif.
Panduan untuk Para Guru
Peran guru adalah kunci. Namun, peran ini bukanlah untuk "melatih" siswa mengerjakan soal AN. Peran guru adalah mentransformasi proses pembelajaran sehari-hari menjadi lebih berkualitas. Berikut adalah hal-hal yang perlu dan tidak perlu dilakukan oleh guru:
Apa yang TIDAK Perlu Dilakukan:
- Drilling Soal AKM: Menghabiskan waktu belajar hanya untuk melatih siswa mengerjakan contoh-contoh soal AKM adalah praktik yang keliru. Ini sama saja dengan "teaching to the test" yang ingin kita tinggalkan.
- Menambah Jam Pelajaran Khusus AN: AN tidak mengukur penguasaan konten, sehingga menambah jam pelajaran tidak akan efektif. Waktu lebih baik digunakan untuk memperkaya pengalaman belajar.
- Menciptakan Kecemasan: Menyampaikan kepada siswa bahwa AN adalah tes yang sangat penting dan menentukan akan menimbulkan kecemasan yang tidak perlu dan bertentangan dengan semangat AN itu sendiri.
Apa yang SEHARUSNYA Dilakukan:
- Fokus pada Pembelajaran Mendalam: Arahkan pembelajaran dari menghafal ke memahami. Ajak siswa untuk bertanya, berdiskusi, dan menemukan konsep sendiri.
- Tingkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS): Biasakan memberikan soal atau tugas yang menuntut siswa untuk menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta, bukan hanya mengingat.
- Integrasikan Literasi dan Numerasi Lintas Mata Pelajaran: Guru IPA bisa meminta siswa membaca artikel ilmiah dan menyajikan datanya dalam bentuk grafik. Guru IPS bisa meminta siswa menghitung skala pada peta. Literasi dan numerasi adalah tanggung jawab semua guru.
- Gunakan Beragam Sumber Belajar: Jangan hanya terpaku pada buku teks. Gunakan artikel, video, infografis, atau bahkan lingkungan sekitar sebagai bahan belajar.
- Ciptakan Lingkungan Kelas yang Positif: Bangun suasana kelas yang aman, inklusif, dan menghargai setiap pendapat siswa. Ini akan tercermin dalam hasil Survei Karakter dan Sulingjar.
- Isi Sulingjar dengan Jujur: Kejujuran guru saat mengisi Sulingjar adalah kontribusi nyata untuk perbaikan sekolah. Jangan takut memberikan potret yang sebenarnya.
Panduan untuk Para Orang Tua
Kepanikan orang tua sering kali menular kepada anak. Oleh karena itu, pemahaman yang benar dari orang tua sangatlah vital.
Apa yang TIDAK Perlu Dilakukan:
- Mencarikan Les atau Bimbel Khusus AKM: Ini adalah pemborosan sumber daya karena AN bukan tes yang bisa "dihafalkan" polanya. Kompetensi yang diukur dibangun melalui proses jangka panjang.
- Membebani Anak dengan Latihan Soal: Memberikan setumpuk buku latihan soal AKM di rumah hanya akan membuat anak stres dan membenci proses belajar.
- Membandingkan Anak dengan Temannya Berdasarkan AN: Ingat, hasil AN tidak dilaporkan secara individu dan tidak bertujuan untuk membandingkan siswa.
Apa yang SEHARUSNYA Dilakukan:
- Pahami Tujuan AN: Hal pertama dan terpenting adalah memahami bahwa AN adalah untuk perbaikan sekolah, bukan untuk menilai anak Anda. Sampaikan ini pada anak agar mereka tenang.
- Bangun Budaya Literasi di Rumah: Ciptakan kebiasaan membaca bersama. Sediakan akses ke berbagai jenis bacaan yang menarik. Ajak anak berdiskusi tentang apa yang mereka baca.
- Latih Nalar dalam Keseharian: Ajak anak berpikir kritis tentang kejadian sehari-hari. Misalnya, saat berbelanja, ajak mereka membandingkan harga dan menghitung diskon. Saat menonton berita, tanyakan pendapat mereka.
- Tanamkan Nilai-nilai Karakter: Pembentukan karakter dimulai dari rumah. Ajarkan pentingnya kejujuran, empati, kerja sama, dan tanggung jawab melalui teladan dan pembiasaan.
- Dukung Sekolah Secara Aktif: Berkomunikasilah dengan guru dan kepala sekolah. Tanyakan bagaimana Anda bisa berkontribusi untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik, sesuai dengan hasil Rapor Pendidikan sekolah.
Kesimpulan: Paradigma Baru untuk Pendidikan yang Lebih Baik
Pada akhirnya, jawaban dari pertanyaan "asesmen nasional sd adalah" jauh lebih dalam dari sekadar sebuah tes pengganti. Ia adalah sebuah paradigma baru, sebuah komitmen kolektif untuk beralih dari pendidikan yang berorientasi pada nilai ujian menjadi pendidikan yang berorientasi pada pengembangan kompetensi dan karakter yang utuh.
Asesmen Nasional adalah cermin yang disediakan negara agar setiap sekolah bisa berkaca, melihat kelebihan yang perlu dipertahankan dan kekurangan yang harus segera diperbaiki. Ia adalah kompas yang memberikan arah bagi para pendidik dan pemangku kebijakan untuk menavigasi lautan tantangan pendidikan menuju pulau harapan: generasi penerus yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga bernalar kritis, kreatif, berakhlak mulia, dan siap menghadapi masa depan. Tugas kita bersama—guru, orang tua, dan masyarakat—adalah memastikan cermin ini digunakan dengan bijak dan kompas ini diikuti dengan sungguh-sungguh demi kemajuan pendidikan Indonesia.