Dalam sejarah Islam, nama Sayyidina Ali bin Abi Thalib senantiasa bergema dengan kisah kepahlawanan, kebijaksanaan, dan keberanian yang tak tertandingi. Beliau dikenal luas dengan julukan agung, **"Sayyidina Ali Singa Allah"** (*Asadullah*). Julukan ini bukan sekadar gelar kehormatan biasa, melainkan cerminan nyata dari karakternya saat menghadapi medan perang dan tantangan dakwah Islam di masa-masa paling genting.
Keberanian Sayyidina Ali teruji sejak usia sangat muda. Ia adalah pemuda pertama yang menyatakan keimanan kepada Rasulullah ﷺ. Sejak saat itu, ia tidak pernah absen dalam pertempuran penting, menjadi ujung tombak pasukan Muslimin di berbagai medan laga yang menentukan masa depan peradaban Islam.
Gelar *Asadullah*—Singa Allah—diberikan langsung oleh Rasulullah ﷺ. Ini terjadi karena ketangguhan dan kegigihan beliau dalam membela Islam. Salah satu momen paling legendaris yang mengukuhkan julukan ini adalah saat Pertempuran Khaibar. Ketika para sahabat terhambat untuk menaklukkan benteng musuh yang kokoh, Rasulullah ﷺ bersabda bahwa bendera panji akan diserahkan kepada orang yang dicintai Allah dan Rasul-Nya, yang akan membuka benteng tersebut.
Di tengah keraguan dan kesulitan, Sayyidina Ali maju. Dengan kekuatan yang seolah didukung oleh Ilahi, beliau berhasil merobohkan gerbang benteng Khaibar dan membuktikan diri sebagai kekuatan yang tak terhentikan. Tindakannya ini menunjukkan kombinasi unik antara kekuatan fisik superior dan iman yang murni. Ia bertarung bukan karena haus kekuasaan, melainkan karena ketaatan mutlak kepada Allah dan Rasul-Nya.
Namun, menjadi **Sayyidina Ali Singa Allah** bukan hanya tentang keberanian fisik. Keberanian beliau dibingkai oleh lautan ilmu pengetahuan. Rasulullah ﷺ pernah bersabda, "Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah gerbangnya." Pernyataan ini menegaskan bahwa di balik setiap serangan yang dilancarkan Ali, terdapat pemahaman mendalam mengenai strategi, fikih, dan kebenaran yang diyakininya.
Fokus utamanya dalam peperangan adalah penegakan keadilan. Ketika Ali bertempur, ia membawa pedang yang didorong oleh nur ilmu. Ia dikenal tidak pernah menyalahgunakan kekuatannya. Bahkan dalam keadaan terdesak, ia selalu berusaha memberikan kesempatan kepada lawan untuk beriman sebelum memaksakan pertarungan fisik.
Kisah Sayyidina Ali sebagai Singa Allah terus menginspirasi umat hingga kini. Ia mewariskan teladan bagaimana seharusnya seorang pemimpin bersikap: tegar menghadapi kesulitan, rendah hati di tengah pujian, dan selalu mendahulukan prinsip ketuhanan di atas kepentingan pribadi.
Sifat-sifat ini menjadikan beliau figur sentral yang sangat dihormati. Julukan **Sayyidina Ali Singa Allah** adalah pengingat bahwa kekuatan sejati berasal dari keyakinan yang kokoh dan kesiapan untuk berkorban demi membela kebenaran. Kehidupan beliau mengajarkan bahwa keberanian harus selalu diimbangi dengan kebijaksanaan, dan kekuatan fisik harus tunduk pada otoritas ilmu Ilahi. Sosoknya adalah perpaduan harmonis antara kekuatan fisik yang menggentarkan musuh dan jiwa yang dipenuhi hikmah ilahi.
Mempelajari riwayat hidup beliau memberikan perspektif penting bahwa keteladanan sejati terletak pada konsistensi antara ucapan dan tindakan, sebuah warisan yang relevan bagi setiap individu yang bercita-cita hidup dalam kemuliaan dan keberanian yang benar.