Kajian Mendalam: Surat An Nasr Tergolong Surah Madaniyah
Al-Qur'an, sebagai kitab suci umat Islam, terdiri dari 114 surah yang diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad ﷺ selama kurang lebih 23 tahun. Para ulama telah mengklasifikasikan surah-surah ini berdasarkan periode dan tempat turunnya wahyu, menjadi dua kategori besar: Makkiyah dan Madaniyah. Pemahaman tentang klasifikasi ini bukan sekadar informasi geografis atau historis, melainkan sebuah kunci penting untuk membuka pemahaman yang lebih dalam terhadap konteks, gaya bahasa, dan pesan utama dari setiap surah. Salah satu surah yang singkat namun sarat makna adalah Surah An-Nasr. Pertanyaan yang sering muncul di benak kaum muslimin adalah, surat An Nasr tergolong surah apa? Apakah ia termasuk dalam kategori Makkiyah atau Madaniyah? Artikel ini akan mengupas tuntas klasifikasi Surah An-Nasr, menyelami alasan di baliknya, serta menggali lautan hikmah yang terkandung di dalamnya.
Teks, Terjemahan, dan Kandungan Global Surah An-Nasr
Sebelum melangkah lebih jauh ke dalam pembahasan klasifikasinya, marilah kita merenungkan kembali bacaan dan makna dari Surah An-Nasr. Surah ini merupakan surah ke-110 dalam mushaf Al-Qur'an dan hanya terdiri dari tiga ayat yang padat makna.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1)
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (2)
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (3)
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
2. dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah,
3. maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.
Secara global, surah ini berbicara tentang tiga hal pokok yang saling berkaitan. Pertama, janji pertolongan (An-Nasr) dan kemenangan (Al-Fath) dari Allah SWT. Kedua, gambaran tentang dampak dari kemenangan tersebut, yaitu masuknya manusia secara massal ke dalam agama Islam. Ketiga, perintah kepada Rasulullah ﷺ dan umatnya tentang sikap yang seharusnya diambil ketika meraih kesuksesan besar, yaitu dengan memperbanyak tasbih, tahmid, dan istighfar.
Menjawab Pertanyaan Utama: Surat An Nasr Tergolong Surah Madaniyah
Berdasarkan konsensus mayoritas ulama tafsir dan hadis, Surat An Nasr tergolong surah Madaniyah. Pernyataan ini mungkin terasa sedikit membingungkan bagi sebagian orang, mengingat surah ini diketahui turun di Mina, yang secara geografis berada di dekat Makkah, pada saat Haji Wada' (haji perpisahan) Nabi Muhammad ﷺ. Untuk memahami mengapa surah ini dikategorikan sebagai Madaniyah meskipun turun di dekat Makkah, kita perlu memahami definisi yang lebih akurat mengenai surah Makkiyah dan Madaniyah.
Para ulama memberikan beberapa definisi untuk membedakan keduanya, namun definisi yang paling kuat dan banyak diterima (rajih) adalah definisi yang berdasarkan pada waktu turunnya wahyu, bukan tempatnya. Berdasarkan kriteria ini:
- Surah Makkiyah adalah setiap surah atau ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ sebelum peristiwa Hijrah ke Madinah, meskipun turunnya di luar kota Makkah (misalnya saat di Thaif atau dalam perjalanan).
- Surah Madaniyah adalah setiap surah atau ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ setelah peristiwa Hijrah ke Madinah, meskipun turunnya di kota Makkah atau sekitarnya (seperti saat Fathu Makkah atau Haji Wada').
Dengan menggunakan definisi ini, menjadi sangat jelas mengapa Surah An-Nasr diklasifikasikan sebagai Madaniyah. Surah ini diturunkan pada saat Haji Wada', yang terjadi pada tahun ke-10 setelah Hijrah. Peristiwa ini jauh setelah Nabi Muhammad ﷺ dan kaum muslimin membangun peradaban di Madinah. Oleh karena itu, meskipun lokasinya di Mina (dekat Makkah), periode turunnya wahyu berada dalam fase Madaniyah. Hal ini menegaskan bahwa penentuan kategori surah lebih merujuk pada garis waktu kenabian (sebelum atau sesudah Hijrah) daripada sekadar letak geografis.
Asbabun Nuzul: Konteks Historis Turunnya Surah An-Nasr
Memahami Asbabun Nuzul atau sebab-sebab turunnya sebuah surah adalah jendela untuk melihat konteks sejarah dan memahami pesan ilahi secara lebih utuh. Turunnya Surah An-Nasr sangat erat kaitannya dengan salah satu peristiwa paling monumental dalam sejarah Islam, yaitu Fathu Makkah (Pembebasan Kota Makkah).
Fathu Makkah yang terjadi pada tahun ke-8 Hijriah adalah puncak dari perjuangan dakwah Rasulullah ﷺ. Setelah bertahun-tahun mengalami penindasan, pengusiran, dan peperangan, kaum muslimin kembali ke Makkah bukan sebagai pihak yang kalah, melainkan sebagai pemenang yang membawa panji kedamaian. Kemenangan ini bukanlah kemenangan yang diraih dengan pertumpahan darah yang masif, melainkan sebuah kemenangan agung yang dihiasi dengan pengampunan dan kemuliaan akhlak dari Rasulullah ﷺ.
Ketika Rasulullah ﷺ dan pasukannya memasuki Makkah, beliau menunjukkan sifat pemaaf yang luar biasa. Beliau mengampuni kaum Quraisy yang dahulu memusuhinya habis-habisan. Beliau membersihkan Ka'bah dari berhala-berhala yang selama ini menjadi pusat kemusyrikan bangsa Arab. Peristiwa ini menjadi bukti nyata akan kebenaran risalah yang beliau bawa.
Melihat kekuatan, keagungan, dan kemuliaan akhlak Islam secara langsung, hati para penduduk Makkah dan kabilah-kabilah Arab di sekitarnya pun terbuka. Mereka yang dahulu ragu, memusuhi, atau menunggu hasil akhir dari pertarungan antara kaum muslimin dan Quraisy, kini yakin akan kebenaran Islam. Ayat `وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا` ("dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah") adalah deskripsi fotografis dari realitas pasca-Fathu Makkah. Kabilah-kabilah dari seluruh penjuru Jazirah Arab mengirimkan delegasi mereka ke Madinah untuk menyatakan keislaman mereka. Fenomena inilah yang dimaksud dengan "berbondong-bondong".
Surah An-Nasr turun beberapa waktu setelah peristiwa besar ini, tepatnya pada hari-hari Tasyriq saat Haji Wada'. Surah ini menjadi semacam penegasan dan konklusi ilahi atas kemenangan yang telah diraih, sekaligus memberikan arahan tentang langkah selanjutnya yang harus diambil.
Tafsir Mendalam Setiap Ayat: Menggali Permata Hikmah
Meskipun pendek, setiap ayat dalam Surah An-Nasr mengandung kedalaman makna yang luar biasa. Mari kita bedah satu per satu.
Ayat 1: إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan)
Ayat ini dimulai dengan kata `إِذَا` (apabila), yang dalam bahasa Arab sering digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang pasti akan terjadi. Ini adalah sebuah janji dari Allah yang tidak akan pernah diingkari. Kata kuncinya adalah `نَصْرُ اللَّهِ` (pertolongan Allah) dan `الْفَتْحُ` (kemenangan). Perhatikan bagaimana pertolongan Allah disebutkan terlebih dahulu sebelum kemenangan. Ini adalah pelajaran tauhid yang sangat fundamental: kemenangan sejati tidak akan pernah bisa diraih tanpa pertolongan langsung dari Allah. Usaha manusia, strategi, dan kekuatan hanyalah sarana, namun penentu utama hasil akhir adalah kehendak dan pertolongan Allah.
`An-Nasr` (pertolongan) bersifat lebih umum, mencakup segala bentuk bantuan dari Allah, baik yang terlihat maupun tidak, dalam setiap fase perjuangan. Sedangkan `Al-Fath` (kemenangan) secara spesifik merujuk pada Fathu Makkah, sebuah kemenangan yang membuka pintu-pintu dakwah dan menaklukkan pusat spiritual Jazirah Arab tanpa pertumpahan darah yang berarti. Kemenangan ini menjadi bukti nyata bahwa Allah menepati janji-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang sabar dan berjuang di jalan-Nya.
Ayat 2: وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah)
Ayat ini merupakan buah atau hasil dari pertolongan dan kemenangan yang disebutkan di ayat pertama. Kata `رَأَيْتَ` (engkau melihat) ditujukan langsung kepada Nabi Muhammad ﷺ, namun juga berlaku bagi siapa saja yang menyaksikan fenomena agung ini. Ini bukanlah sebuah prediksi, melainkan sebuah konfirmasi atas apa yang benar-benar terjadi. Sebelum Fathu Makkah, proses Islamisasi berjalan secara individual atau dalam kelompok-kelompok kecil. Namun setelahnya, Islamisasi terjadi secara kolektif. Satu kabilah beserta pemimpinnya datang dan menyatakan keislaman mereka bersama-sama.
Frasa `أَفْوَاجًا` (berbondong-bondong) melukiskan gambaran yang sangat hidup tentang gelombang manusia yang datang dari berbagai arah untuk memeluk agama Allah. Ini menunjukkan bahwa ketika kebenaran telah menang dan penghalang utamanya (yaitu kekuasaan musyrik Quraisy di Makkah) telah disingkirkan, fitrah manusia akan lebih mudah menerima cahaya hidayah. Ini adalah tujuan akhir dari dakwah, yaitu agar manusia dapat mengenal dan menyembah Tuhannya dengan bebas dan tanpa paksaan.
Ayat 3: فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat)
Inilah puncak dan inti pesan dari Surah An-Nasr. Ayat ini mengajarkan sebuah adab yang sangat tinggi bagi seorang mukmin dalam menyikapi kesuksesan dan kemenangan. Ketika berada di puncak kejayaan, respons yang diperintahkan Allah bukanlah euforia, pesta pora, atau kesombongan. Sebaliknya, respons yang diajarkan adalah kembali kepada Allah dengan kerendahan hati yang total. Perintahnya ada tiga:
- Tasbih (فَسَبِّحْ): Mensucikan Allah dari segala kekurangan. Kemenangan ini diraih bukan karena kehebatan strategi atau kekuatan pasukan semata. Bertasbih saat menang adalah pengakuan bahwa kemenangan ini murni karena keagungan, kekuasaan, dan pertolongan Allah. Ini adalah cara untuk menyingkirkan potensi kesombongan dan kebanggaan diri dari dalam hati.
- Tahmid (بِحَمْدِ رَبِّكَ): Memuji Tuhanmu. Setelah mensucikan Allah, kita diperintahkan untuk memuji-Nya. Pujian ini adalah bentuk rasa syukur atas segala nikmat, termasuk nikmat kemenangan dan hidayah. Ini adalah pengakuan bahwa segala kebaikan dan kesempurnaan hanya milik Allah.
- Istighfar (وَاسْتَغْفِرْهُ): Memohon ampunan kepada-Nya. Ini adalah bagian yang paling menyentuh. Mengapa harus memohon ampun di saat kemenangan? Para ulama menjelaskan beberapa hikmah. Pertama, sebagai pengakuan bahwa dalam proses perjuangan meraih kemenangan, pasti ada kekurangan, kelalaian, atau kesalahan yang dilakukan oleh manusia. Kedua, sebagai bentuk kerendahan hati yang paripurna, bahwa meskipun telah mencapai tujuan besar, seorang hamba tetaplah seorang hamba yang selalu butuh ampunan Tuhannya. Ketiga, dan ini yang paling dalam, sebagai isyarat bahwa tugas besar telah selesai.
Ayat ini ditutup dengan penegasan `إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا` (Sungguh, Dia Maha Penerima tobat). Kalimat ini adalah penenang dan sumber harapan. Allah memberitahu kita bahwa Dia selalu membuka pintu tobat-Nya selebar-lebarnya. Tidak peduli seberapa besar pencapaian kita atau seberapa banyak kekurangan kita, pintu ampunan-Nya tidak pernah tertutup bagi mereka yang tulus kembali kepada-Nya.
Isyarat Dekatnya Wafat Rasulullah ﷺ
Di balik makna literalnya yang berbicara tentang kemenangan, Surah An-Nasr menyimpan sebuah isyarat yang lebih mendalam, yang dipahami oleh para sahabat senior, khususnya Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu. Mereka memahami surah ini bukan hanya sebagai kabar gembira atas kemenangan, tetapi juga sebagai pemberitahuan bahwa tugas risalah Nabi Muhammad ﷺ di dunia telah paripurna dan ajal beliau sudah dekat.
Logikanya sederhana: tujuan utama dari diutusnya seorang rasul adalah untuk menyampaikan risalah dan menegakkan agama Allah. Ketika pertolongan Allah telah datang, kemenangan telah diraih, dan manusia telah berbondong-bondong masuk ke dalam agama-Nya, maka misi tersebut telah selesai dengan sempurna. Perintah untuk bertasbih dan beristighfar di akhir surah ini dianalogikan seperti doa kafaratul majelis, yang dibaca sebagai penutup sebuah pertemuan atau aktivitas. Ini adalah penutup dari sebuah misi agung yang telah berlangsung selama 23 tahun.
Diriwayatkan dalam sebuah hadis shahih, ketika surah ini turun, Umar bin Khattab bertanya kepada para sahabat senior tentang maknanya. Banyak yang menafsirkannya secara literal sebagai perintah untuk bersyukur atas kemenangan. Namun, ketika giliran Ibnu Abbas yang saat itu masih muda, beliau berkata, "Ini adalah pertanda wafatnya Rasulullah ﷺ yang Allah beritahukan kepada beliau." Umar pun membenarkan penafsiran tersebut. Pemahaman mendalam inilah yang membuat banyak sahabat menangis ketika mendengar surah ini, karena mereka tahu waktu perpisahan dengan manusia yang paling mereka cintai sudah semakin dekat.
Pelajaran Abadi dari Surah An-Nasr untuk Kehidupan Modern
Surah An-Nasr, meskipun konteks turunnya sangat spesifik, mengandung pelajaran universal yang relevan sepanjang masa. Berikut adalah beberapa hikmah yang dapat kita petik dan terapkan dalam kehidupan kita:
- Kemenangan Adalah Milik Allah: Setiap keberhasilan yang kita raih, baik dalam skala kecil (lulus ujian, mendapat pekerjaan) maupun besar (kesuksesan bisnis, kemenangan dalam kompetisi), hakikatnya adalah pertolongan dari Allah. Menyadari hal ini akan menjauhkan kita dari sifat sombong dan angkuh.
- Adab dalam Kesuksesan: Surah ini memberikan formula ilahi dalam menyikapi sukses: sucikan Allah (tasbih), puji Allah (tahmid), dan mohon ampun kepada-Nya (istighfar). Bukan dengan pesta yang melalaikan atau merendahkan orang lain.
- Pentingnya Istighfar: Jangan pernah merasa cukup baik sehingga tidak perlu lagi memohon ampun. Bahkan di puncak pencapaian, istighfar tetap menjadi kebutuhan. Ia membersihkan hati, menyempurnakan amal, dan menjaga kita tetap dalam posisi sebagai hamba.
- Setiap Awal Memiliki Akhir: Sebagaimana misi kenabian yang agung ada akhirnya, begitu pula setiap tugas, jabatan, dan amanah yang kita emban di dunia ini. Surah ini mengingatkan kita untuk selalu mempersiapkan akhir dari setiap fase kehidupan dengan sebaik-baiknya.
- Optimisme dalam Dakwah: Surah ini menyuntikkan optimisme bahwa setelah kesulitan dan perjuangan, akan datang pertolongan dan kemenangan dari Allah. Hasil akhir dari dakwah yang tulus adalah diterimanya kebenaran oleh hati manusia.
Kesimpulan
Sebagai penutup, jawaban tegas untuk pertanyaan "surat An Nasr tergolong surah apa?" adalah Madaniyah. Klasifikasi ini didasarkan pada waktu turunnya wahyu, yaitu setelah Hijrah, tepatnya pada saat Haji Wada' di tahun ke-10 H. Lebih dari sekadar label klasifikasi, Surah An-Nasr adalah sebuah monumen Al-Qur'an yang merangkum esensi perjuangan, kemenangan, dan kesyukuran. Ia adalah surah yang mengajarkan kita bahwa puncak dari kemenangan bukanlah kekuasaan, melainkan ketundukan dan kerendahan hati di hadapan Allah SWT. Ia adalah pengingat abadi bahwa setiap kesuksesan harus membawa kita lebih dekat kepada-Nya, bukan menjauhkan kita dari-Nya, melalui lisan yang senantiasa bertasbih, memuji, dan memohon ampunan kepada-Nya, karena sesungguhnya Dia Maha Penerima tobat.