Ali bin Abi Thalib adalah salah satu tokoh paling sentral dan dihormati dalam sejarah Islam. Keponakan sekaligus menantu Nabi Muhammad SAW ini memegang peranan krusial, mulai dari masa awal penyebaran Islam hingga menjadi Khalifah keempat. Pertanyaan mengenai usia beliau, baik saat memeluk Islam, saat Hijrah, maupun saat wafat, seringkali menjadi topik diskusi di kalangan sejarawan dan cendekiawan. Memahami rentang usianya membantu kita mengkontekstualisasikan kontribusinya terhadap perkembangan awal peradaban Islam.
Perbedaan Pendapat Mengenai Usia Saat Masuk Islam
Ali bin Abi Thalib lahir di Mekkah, sekitar sepuluh tahun sebelum kenabian Muhammad SAW diangkat. Salah satu fakta yang paling sering dibahas adalah usianya ketika ia menerima Islam. Mayoritas sumber Sunni dan Syiah sepakat bahwa Ali adalah pemuda yang sangat muda saat itu, menjadikannya salah satu orang pertama yang masuk Islam, seringkali disebut sebagai laki-laki pertama setelah Khadijah.
Namun, terdapat variasi signifikan mengenai usia spesifiknya. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Ali saat itu berusia sekitar sepuluh tahun. Dalam narasi ini, usianya yang relatif muda menunjukkan keberanian dan keteguhan hati luar biasa untuk meninggalkan tradisi kaumnya demi mengikuti ajaran Tauhid yang dibawa oleh Nabi. Usia sepuluh tahun ini menempatkannya dalam posisi unik—belum baligh secara hukum Islam tetapi sudah memiliki kesadaran spiritual yang mendalam.
Ali di Masa Hijrah dan Peristiwa Penting
Ketika peristiwa Hijrah dari Mekkah ke Madinah terjadi, Ali bin Abi Thalib memainkan peran heroik yang tak terlupakan. Ia dengan berani tidur di ranjang Nabi Muhammad SAW untuk mengelabui para penyergap Quraisy yang berniat membunuh Nabi. Usia Ali saat itu diperkirakan masih sangat muda, mungkin belasan tahun, namun tindakan pengorbanan ini menunjukkan kedewasaan iman yang melampaui usianya.
Selama periode Madinah, Ali terus tumbuh, baik secara fisik maupun spiritual, mendampingi Nabi SAW dalam hampir setiap peperangan besar, termasuk Badar, Uhud, dan Khandaq. Pertumbuhan ini tentu sejalan dengan bertambahnya usia. Untuk dapat berpartisipasi dalam medan perang, secara umum diasumsikan bahwa ia harus sudah memasuki usia remaja akhir atau awal dua puluhan.
Usia Saat Menjadi Khalifah
Momen paling signifikan yang membutuhkan perhitungan usia adalah ketika Ali bin Abi Thalib diangkat sebagai Khalifah keempat setelah wafatnya Utsman bin Affan. Peristiwa ini terjadi setelah periode kekhalifahan yang penuh gejolak. Berdasarkan perhitungan historis yang paling diterima, Ali dilahirkan sekitar tahun 600 Masehi (sesuai kalender Masehi jika merujuk pada tahun-tahun awal kenabian).
Jika kita menggunakan kalkulasi rata-rata, ketika ia menjadi Khalifah, ia diperkirakan berusia akhir 50-an atau awal 60-an tahun. Usia ini menunjukkan bahwa ia memimpin umat Islam pada fase kematangan intelektual dan spiritualnya. Meskipun kepemimpinannya singkat dan penuh tantangan internal, kebijaksanaan dan ilmu pengetahuannya pada usia tersebut sangat dihargai.
Usia Wafat dan Warisan Abadi
Ali bin Abi Thalib wafat karena dibunuh oleh seorang Khawarij saat sedang menunaikan salat Subuh di Masjid Kufah. Peristiwa tragis ini terjadi ketika beliau sedang berada di puncak karir kepemimpinannya. Berbagai sumber sepakat bahwa usia beliau saat wafat berada di kisaran 60 hingga 65 tahun. Angka ini menggarisbawahi rentang hidup yang panjang dan penuh pengabdian—dimulai sebagai anak muda yang berani memeluk Islam, hingga menjadi pemimpin tertinggi umat di usia matang.
Kesimpulannya, meskipun angka pasti mengenai usia Ali bin Abi Thalib pada setiap tahapan kehidupannya bervariasi antar riwayat, konsensus menunjukkan bahwa ia memeluk Islam di usia yang sangat muda, berjuang di usia remaja hingga dewasa awal, dan memimpin umat di usia kematangan. Usia hanyalah angka, namun dalam kasus Ali, rentang usianya adalah saksi bisu perjalanan panjang dari sahabat Nabi hingga menjadi salah satu pilar utama dalam sejarah Islam.