Ilmu dan Harta Menurut Ali bin Abi Thalib

ILMU HARTA

Ali bin Abi Thalib, sepupu sekaligus menantu kesayangan Rasulullah SAW, dikenal sebagai salah satu tokoh paling bijaksana dalam sejarah Islam. Pemikirannya yang mendalam sering kali menyentuh esensi kehidupan, termasuk perbandingan antara dua aset terbesar yang dicari manusia: ilmu pengetahuan dan harta kekayaan. Dalam pandangan beliau, terdapat hierarki yang jelas mengenai mana yang lebih utama dan memberikan manfaat abadi.

Perbedaan mendasar antara ilmu dan harta menurut pandangan Ali bin Abi Thalib terletak pada sifatnya. Harta adalah sesuatu yang terbatas, fana, dan rentan hilang. Sebaliknya, ilmu adalah sumber daya yang tak terbatas, yang justru bertambah ketika dibagikan, dan manfaatnya melampaui batas-batas duniawi.

Harta: Pemilik yang Sementara

Ali mengajarkan bahwa harta benda adalah titipan yang harus dikelola dengan bijak. Ia memiliki sifat sementara dan bisa habis. Orang yang terlalu terikat pada hartanya akan menjadi budaknya, bukan tuannya. Ketika seseorang meninggal dunia, harta tersebut akan ditinggalkan dan dibagi-bagikan kepada ahli waris. Meskipun penting untuk kebutuhan hidup, Ali menempatkan harta pada posisi sekunder karena sifatnya yang temporal dan mudah sirna.

"Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu menjaga kamu, sementara harta bisa kamu jaga."

Kutipan ini merangkum inti perbedaan: penjagaan. Harta memerlukan penjagaan fisik; ia harus diamankan dari pencuri, inflasi, atau kerusakan. Sementara ilmu, begitu tertanam dalam diri, akan menjaga pemiliknya dari kebodohan, kesesatan, dan kehinaan. Ilmu adalah benteng spiritual dan intelektual yang tidak dapat dirampas oleh siapapun.

Ilmu: Warisan yang Kekal dan Berkembang

Sebaliknya, ilmu adalah investasi abadi. Ketika seseorang mengajarkan ilmunya kepada orang lain, ilmu tersebut tidak berkurang, melainkan justru menyebar dan berlipat ganda. Ali bin Abi Thalib melihat ilmu sebagai cahaya yang menerangi jalan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Ia adalah bekal sejati yang dibawa seseorang saat meninggalkan dunia fana.

"Harta akan habis bila dibelanjakan, sedangkan ilmu akan bertambah bila disebarkan."

Pernyataan ini sangat kuat dalam menggambarkan mekanisme pertambahan nilai. Berbeda dengan uang yang nilainya menurun saat dibelanjakan untuk kebutuhan sehari-hari, setiap kali ilmu diajarkan, didiskusikan, atau diterapkan, ia memperkuat pemahaman pemiliknya dan menanamkan manfaatnya pada orang lain. Ilmu menciptakan dampak yang berkelanjutan (legacy) melampaui usia pemiliknya.

Prioritas Utama dalam Kehidupan

Dalam banyak nasihatnya, Ali secara konsisten mendorong pencarian ilmu di atas pengumpulan harta yang berlebihan. Beliau menyadari bahwa harta yang banyak tanpa disertai ilmu yang mumpuni sering kali membawa pemiliknya pada kesombongan atau penyalahgunaan kekuasaan. Ilmu yang sejati akan menuntun pemilik harta untuk mempergunakan kekayaannya di jalan yang benar, seperti berbagi kepada yang membutuhkan dan menggunakannya untuk kemaslahatan umat.

Oleh karena itu, menurut Ali bin Abi Thalib, seorang mukmin harus menjadikan ilmu sebagai prioritas tertinggi dalam hidupnya. Harta adalah alat bantu, sedangkan ilmu adalah tujuan yang membimbing penggunaan alat tersebut. Ilmu memberikan kehormatan yang tak ternilai, yang bersumber dari kebijaksanaan dan kedekatan dengan kebenaran, sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan seluruh kekayaan dunia.

Meskipun begitu, Ali tidak menganjurkan pengabaian total terhadap harta. Harta tetap diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan menjalankan tanggung jawab sosial. Namun, keseimbangan harus dicapai: ilmu sebagai kompas utama, dan harta sebagai bahan bakar yang diarahkan oleh kompas tersebut menuju ridha Ilahi. Pengutamaan ilmu memastikan bahwa seseorang tidak hanya kaya materi, tetapi juga kaya spiritual dan intelektual.

🏠 Homepage