Akta hibah adalah dokumen hukum formal yang digunakan untuk mengalihkan kepemilikan properti atau aset dari satu pihak (penghibah) kepada pihak lain (penerima hibah) tanpa adanya imbalan finansial. Di Indonesia, proses ini harus dilakukan di hadapan Notaris untuk memastikan legalitas dan kekuatan hukumnya. Memahami syarat pembuatan akta hibah adalah langkah krusial agar proses berjalan lancar dan sah di mata hukum.
Hibah seringkali menjadi pilihan favorit dalam perencanaan waris karena memberikan kepastian hukum saat pemberi hibah masih hidup. Namun, terdapat beberapa ketentuan dan persyaratan substantif serta formal yang harus dipenuhi oleh semua pihak yang terlibat.
Ilustrasi pengalihan aset secara sukarela.
Sebelum melangkah ke kantor Notaris, pastikan syarat-syarat mendasar mengenai subjek dan objek hibah telah terpenuhi.
Aset yang dihibahkan harus memenuhi kriteria berikut:
Hibah harus dilakukan atas dasar sukarela dan tanpa paksaan atau tekanan dari pihak manapun. Dalam hukum perdata, ini dikenal sebagai unsur kehendak bebas.
Agar akta hibah memiliki kekuatan pembuktian tertinggi, pengurusan harus dilaksanakan sesuai prosedur formal, terutama terkait dengan jenis aset yang dihibahkan.
Ini adalah jenis hibah yang paling sering memerlukan notaris. Syarat pembuatan akta hibah properti meliputi:
Setelah Akta Hibah dibuat (Akta Otentik), proses selanjutnya adalah balik nama di Kantor Pertanahan (BPN) berdasarkan akta notaris tersebut.
Meskipun hibah kendaraan dapat dibuat di bawah tangan, untuk keabsahan yang kuat dan keperluan balik nama STNK/BPKB, pembuatan akta notaris sangat disarankan. Dokumen yang dibutuhkan biasanya mencakup BPKB, STNK, dan KTP para pihak.
Penting untuk dicatat bahwa akta hibah tunduk pada batasan hukum waris yang berlaku, khususnya jika hibah tersebut diberikan kepada ahli waris.
Jika penghibah memiliki ahli waris sah (seperti anak atau pasangan), penghibahan aset saat masih hidup harus memperhatikan batasan bagian yang boleh dihibahkan (terutama jika menggunakan hukum waris Islam). Jika hibah melampaui bagian yang diperbolehkan, ahli waris yang dirugikan berhak mengajukan keberatan setelah penghibah meninggal dunia.
Meskipun hibah adalah pengalihan tanpa imbalan, terdapat implikasi pajak yang harus diperhatikan. Penerima hibah umumnya akan dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas properti yang diterima, meskipun tarifnya mungkin berbeda dengan jual beli. Penghibah juga harus memastikan kewajiban Pajak Penghasilan (PPh) terkait telah dipenuhi jika dianggap ada keuntungan.
Proses syarat pembuatan akta hibah memerlukan kecermatan baik dari sisi legalitas subjek (kapasitas), objek (kejelasan aset), maupun formalitas (pembuatan akta otentik di hadapan Notaris). Konsultasi dengan Notaris adalah langkah terbaik untuk memastikan bahwa semua persyaratan regional dan jenis aset terpenuhi, sehingga pengalihan kepemilikan berjalan sah dan tanpa hambatan di kemudian hari.